Warga Ahmadiyah akan di asingkan ?

Ilustrasi
Malang  nian penganut Ahmadiyah di negeri ini. Setiap saat ancaman kekerasan bisa menghampiri. Padahal mereka bukan sejenis kelompok yang gemar menggunakan cara-cara kekerasan. Padahal mereka bukan komunitas yang suka menebar teror. Stigma sesat yang terlanjur ditempelkan membuat akal sehat dibutakan dan hak mereka dinistakan.  Zalim sejak dalam pikiran.

Lihat misalnya apa yang dikatakan  Bupati Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, H Zaini Arony. Dia berencana menempatkan 20 keluarga penganut Ahmadiyah ke salah satu pulau yang ada di kecamatan Sekotong. Bupati berdalih langkah itu untuk memberi perlindungan bagi warga Ahmadiyah. Sungguh dalih yang membikin kita seperti kehilangan akal sehat. Tindakan pengasingan semacam ini bagaimana bisa malah dijadikan alasan untuk perlindungan.

Kemudian, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VIII DPR RI dengan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), politisi Partai Golkar HM Busro melontarkan pernyataan yang tidak wajar. Menurut Busro, Indonesia memiliki 17 ribu pulau. Agar tidak banyak ribut, Busro mempersilakan JAI memilih salah satu pulau kosong yang ada sebagai tempat tinggal mereka.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Berkali-kali diusir dari tanah sendiri.  Itulah nasib 20 keluarga asal  Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Bertahun-tahun mereka mesti hidup di pengungsian di asrama Transito Mataram, setelah rumah mereka dihancurkan massa yang tak suka dengan Ahmadiyah. Tapi bukan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah, mereka malah hendak diasingkan dari masyarakat. Lain soal bila keinginan itu datang dari warganya yang memang menginginkan tinggal di pulau sendiri.

Pemerintah ada mestinya bekerja untuk melindungi warganya. Memastikan warganya mendapatkan hak-hak dasarnya. Pemerintah harus cukup kuat untuk menekan kelompok yang gemar memaksakan kehendak, apalagi menggunakan kekerasan untuk memastikan keinginannya tercapai. Pun bila mereka mayoritas. Karena itulah pemerintah mempunyai perangkat seperti polisi untuk memastikan warga yang lemah dilindungi. Aparat yang dimungkinkan melakukan tindakan represif  untuk meyakinkan tak ada warga menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak.

Pemerintah pusat hingga saat ini masih mencari solusi permanen untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelompok Ahmadiyah. Tentu saja mengasingkan warga Ahmadiah di suatu pulau tersendiri seperti yang dilakukan pemerintah daerah Lombok Barat itu bukan jalan keluar yang baik. Hanya kriminal yang pantas diasingkan seperti para penjahat yang menjalani hukuman di penjara Nusa Kambangan. Itupun sebenarnya dimaksudkan untuk pembinaan dengan pengamanan yang maksimun. Untuk mencegah mereka melarikan diri dan mengulangi perbuatannya.

Jemaah Ahmadiyah tentu bukan kriminal yang harus diperlakukan seperti itu. Tak pernah ada catatan mereka melakukan aksi-aksi kekerasan atau melakukan tindak pidana. Selama ini justru merekalah yang kerap menjadi korban. Karena itu, mengasingkan mereka ke sebuah pulau sama halnya dengan menghukum mereka tanpa pengadilan. Sama dengan menghukum korban berkali-kali.

Masalah Ahmadiyah adalah masalah kita bersama. Lepas dari keyakinan penganut Ahmadiyah yang dianggap berbeda dengan mayoritas umat Islam, mereka tetap warga negara Indonesia yang berkedudukan sama di depan hukum. Hak-hak mereka sebagai warga negara karena itu harus dilindungi dari berbagai ancaman dan serangan yang selama ini menimpa mereka. Bukan justru mengisolasi atau menyuruh mereka pindah ke pulau kosong. Ini sungguh menghina akal sehat. Kalau pernyataan fatal Busro dibiarkan dan diterima sebagai hal yang wajar, kita kuatir masa depan demokrasi kita bakal terancam.
Ronny Sitanggang & Heru Hendratmokosource: kbr68h 


-------------------------------------------------------

Silahkan Baca Info Terkait